I have nothing but Him

Sep 03, 2023 / Nathasya Simandjuntak

Saya adalah tipe orang yang suka menggantungkan hidup ke orang lain, tapi tidak ke semua orang. Saya biasanya akan bergantung ke orang-orang yang saya kenal dengan baik dan saya lihat mampu saya jadikan tempat untuk bersandar. Contohnya bisa orang tua, kakak, sahabat, dan mungkin pacar atau gebetan.  Saya selalu menaruh ekspetasi agar mereka-mereka ini memprioritaskan saya, selalu ada untuk saya di semua musim kehidupan saya. Yang mana jika mereka berhasil melakukannya hal tersebut bisa membuat saya menjadi bahagia. Saya akui bahwa sifat saya yang satu ini tidak benar dan cukup merepotkan, namun saya tidak ada keinginan untuk merubahnya karena hal tersebut membuat saya bahagia. Tapi, apakah hal ini benar dihadapan Tuhan? Apakah saya benar dengan meletakan bahagia saya ke dalam orang lain? Lalu bagaimana Tuhan mengubahkan cara pandang saya? Saya selalu terkagum dengan cara Tuhan mengajari saya soal pelajaran hidup. Sering kali pelajaran-pelajaran seperti ini membutuhkan waktu yang sangat lama agar saya benar-benar mengerti. Tuhan ajari saya untuk tidak menjadikan manusia sebagai benteng pertahanan, sumber sukacita, dll.  Setelah lulus sekolah, saya banyak kehilangan teman, mereka mulai sibuk dengan kehidupannya masing-masing. dan saya menjadi sangat sedih karena mereka tidak sama lagi seperti dulu, mereka tidak bisa membuat saya bahagia seperti dahulu kala. Saat itu terjadi kesedihan saya tidaklah memakan waktu yang lama, sangat cepat bagi saya untuk bangkit, namun yang terbesit dipikiran saya adalah, "It's okay, least I have Dad, Mom, Brothers and My Boy" Waktu terus berjalan dan saya mulai terbiasa hidup tanpa teman-teman saya. Kemudian saya merasa pacar saya juga tidak bisa lagi membuat saya bahagia, dia mulai sibuk dengan kehidupannya dan sedikit waktu saja yang bisa dia berikan ke saya. Hal ini benar-benar membuat saya sedih. Orang yang saya pilih sendiri mulai mengabaikan saya walaupun tidak secara harfiah mengabaikan saya. Luka yang satu ini cukup menyakitkan namun sekali lagi saya masih bisa bangkit dengan berkata, "It's okay, least I have Dad, Mom, Brothers" Waktu masih terus berlalu, saya mulai terbiasa dengan fakta bahwa orang-orang diluar rumah saya tidak lagi bisa membuat saya bahagia, tidak lagi bisa saya andalkan. Kemudian, saya merasakan hal lain, dimana orang tua saya, kakak adik juga menjadi sama seperti teman-teman saya. Saya tidak menyalahkan mereka, saya mengerti penyebabnya, namun di part ini saya benar-benar membuat saya merasa sendirian. Saya tidak punya tempat lagi untuk bercerita, tempat untuk mengobati luka hati saya.  
Namun Tuhan berpesan lewat hati saya, "Jangan bilang `at least I have Dad`, `at least I have Mom`. harusnya `least I have God`" Dia ajari saya secara langsung untuk tidak menjadikan manusia sebagai perlindungan, sumber sukacita, dll. Semua orang akan mengecewakan kita, sekalipun itu ayah dan ibu kita. Namun apakah itu artinya kita tidak layak mendapat perlindungan, sumber sukacita, dll? tentu saja sangat layak. Satu-satunya jalan hanyalah dengan bersandar di Tuhan. Hanya kepadaNya saja kita akan merasa aman dan merasa sukacita. Dia tidak pernah mengecewakan seperti manusia. Jadi jangan salah menjadikan manusia sebagai Rumah. I have nothing but God. Tuhan Yesus memberkati